Minggu, 04 September 2011

Jamaluddin Al-Afghani

Jamaluddin Al-Afghani adalah seorang pemimpin pembaharuan dalam Islam yang tempat tinggal dan aktivitasnya berpeindah dari satu negara Islam ke negara Islam lain.

Jamaluddin Al-Afghani lahir di Afghanistan pada tahun 1839 dan meninggal dunia di Istambul di tahun 1897. Di tahun 1864 ia menajdi penasehat Sher Ali Khan. Beberapa tahun kemudian ia diangkat oleh Muhammad A’zam Khan menjadi Perdana Menteri. Dalam pada itu Inggris telah mulai mencampuri soal politik dalam negeri Afghanistan dan dalam pergolokan yang terjadi Al-Afghani memilih pihak yang melawan golongan yang disokong Inggris. Pihak pertama kalah dan Al-Afghani merasa lebih aman meninggalkan tanah tempat lahirnya dan pergi ke India di tahun 1869.

Di India ia juga merasa tidak bebas bergerak karena negara ini telah jatuh ke bawah kekuasaan Inggris, dan oleh karena itu ia pindah ke Mesir di tahun 1871. Ia menetap di Cairo dan pada mulanya menjauhi persoalan-persoalan politik Mesir dan memusatkan perhatian pada bidang ilmiah dan sastra Arab. Di sanalaha ia memberikan kuliah dan mengadakan diskusi. Menurut keterangan Muhammad Salam Madkur , para peserta terdiri atas orang-orang terkemuka dalam bidang pengadilan, dosen-dosen, mahasiswa dari Al-Azhar serta perguruan-perguruan tinggi lain, dan juga pegawai-pegawai pemerintah. Tetapi ia tidak lama dapat meninggalkan lapangan politik. Di tahun 1876 turut campur tangan Inggris dalam soal politik di Mesir makin meningkat.

Dari Mesir Al-Afghani pergi ke Paris dan di sini ia diriikan perkumpulan Al-’Urwah Al-Wusqa. Anggotanya terdrii atas orang-orang Islam dari India, Mesir, Suria, Afrika Utara dan lain-lain. Di antara tujuan yang hendak dicapai ialah memperkuat rasa persaudaraan Islam, membela Islam dan membawa umat Islam kepada kemajuan.

Sewaktu di Eropa Al-Afghani mengadakan perundingan dengan Sir Randolp Churchil dan Drummond Wolf tentang masalah Mesir dan tentang penyelesaian pemberontakan Al-Mahdi di Sudan secara damai. Tetapi kedua usaha itu tidak membawa hasil.
Di tahun 1889 Al-Afghani diundang datang ke Persia untuk menolong mencari penyelesaian tentang persengketaan Rusia-Persia yang timbul karena politik pro-Inggris yang dianut pemerintah persia ketika itu. Al-Afghani tidak setuju dengan pemberian konsessi-konsessi kepada Inggris dan akhirnya timbul pertikaian paham antara Al-Afghani dan Syah nasir Al-Din. Di tahun 1896 Syah dibunuh oleh seorang pengikut Al-Afghani.

Atas undangan Sultan Abdul Hamid, Al-Afghani selanjutnya pindah ke Istambul di tahun 1892. Pengaruhnya yang besar di berbagai negara Islam diperlukan dalam rangka pelaksanaan politik Islam yang direncanakan Istambul.

Melihat kepada kegiatan politik yang demikian besar di daerah yang demikian luas, pada tempatnyalah kalau dikatakan bahwa Al-Afghani lebih banyak bersifat pemimpin politik dari pada pemimpin dan pemikir pembaharuan dalam Islam. Tidaklah salah kalau Stoddard mengatakan bahwa ia sedikit sekali memikirkan masalah-masalah agama dan sebaliknya memusatkan pemikiran dan aktivitas dalam bidang politik. Dan tidak pula mengherankan kalau Goldziher memandang Al-Afghani terutama sebagai tokoh politik dan bukan sebagai pemimpin pembaharuan dalam soal-soal agama.

Tetapi dalam pada itu tak boleh dilupakan bahwa kegiatan politk yang dijalankan Al-Afghani sebenarnya didasarkan pada ide-idenya tentang pembaharuan dalam Islam. Pemikiran pembaharuannya berdasar atas keyakinan bahwa Islam adalah yang sesuai untuk semua bangsa, semua zaman dan semua keadaan, kalau kelihayan ada pertentangan antara ajaran-ajaran Islam dengan kondisi yang dibawa perubahan zaman dan perubahan kondisi, penyesuaian dan diperoleh dengan mengadakan interpretasi baru tentang ajaran-ajaran Islam seeprti yang tercantum dalam al-Qur`an dan Hadits. Untuk interpretasi itu diperlukan ijtihad dan pintu ijtihad baginya terbuka.

Kemunduran umat Islam bukanlah karena Islam, sebagaimana dianggap, tidak sesuai dengan perubahan zaman dan kondisi baru. Umat Islam mundur, karena telah meninggalkan ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya dan mengikuti ajaran-ajaran yang datang dari luar lagi asing bagi Islam. Suatu sebab lain lagi ialah salah pengertian tentang maksud hadits yang mengatakan bahwa umat Islam akan mengalami kemunduran di akhir zaman.

Sebab-sebab kemunduran yang bersifat politis ialah perpecahan yang terdapat di kalangan umat Islam, pemerintahan absolut, mempercayakan pimpinan umat kepada orang-orang yang tak dapat dipercayai, mengabaikan masalah pertahanan militer, menyerahkan administrasi negara kepada orang-orang tidak kompeten dan intervensi asing. Lemahnya rasa persaudaraan Islam juga merupakan sebab bagi kemunduran umat Islam.

Jalan untuk memperbaiki keadaan umat Islam, menurut Al-Afghani, ialah melenyapkan pengertian-pengertian salah yang dianut umat pada umumnya, dan kembali kepada ajaran-ajaran dasar Islam yang sebenarnya. Corak pemerintahan otokrasi harus dirubah dengan corak pemerintahan demokrasi.

Islam dalam pendapat Al-Afghani menghendaki pemerintahan republik yang di dalamnya terdapat kebebasan mengeluarkan pendapat dan kewajiban kepala negara tunduk kepada undang-undang dasar. Semasa hidupnya Al-Afghani memang berusaha untuk mewujdukan persatuan itu. Yang terkandung dalam ide pan-Islam ialah persaturan seluruh umat Islam. Bagaimapun ide-idenya banyak mempengaruhi pemikrian Muhammad Abduh tentang pembaharuan dalam Islam. Dan Abduh, sebagai gurunya juga, mempunyai pengaruh besar di dunia Islam.

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites