Senin, 05 September 2011

Jabir Ibnu Hayyan

Di zaman millennium saat ini, berbagai ilmu pengetahuan telah banyak membantu manusia dalam pendidikan, pekerjaan, bahkan kehidupan sehari-hari mereka. Penemuan berbagai ilmu tersebut, tidak bisa dilepaskan dari peran para ilmuwan yang telah berjasa membuka cakrawala dunia melalui ilmu tersebut. Namun tidak banyak yang mengetahui bahwasannya para ilmuwan Islam-lah yang selalu menjadi pionir bagi kemajuan ilmu pengetahuan itu.

Matematika yang semakin sistematis melalui Al Khawarizmi, dengan teori Algoritma dan Aljabar temuannya. Fisika yang semakin maju lewat Al Biruni dan Ibnu Sahl, dengan teori gaya gravitasi dan hukum pembiasan cahaya milik mereka berdua. Kedokteran yang berkembang sangat pesat melalui Ibnu Sina. Ibnu Haitsam yang menjadi inspirasi pembuatan kamera melalui prinsip cahaya temuannya. Hingga Al Jazari yang telah mengembangkan prinsip hidrolik untuk menggerakkan mesin yang di kemudian hari dikenal sebagai mesin robot.
Selain disiplin ilmu yang telah disebutkan, masih banyak ilmu lain yang belum diketahui penemunya oleh kita, seperti ilmu kimia. Ilmu kimia, modern ini banyak dikenal dan dipakai manusia untuk berbagai keperluan. Namun hanya sedikit yang tahu siapa sejatinya orang pertama yang menemukan ilmu eksakta tersebut.

Jabir Ibnu Hayyan, adalah ilmuwan Muslim pertama yang menemukan dan mengenalkan disiplin ilmu kimia tersebut. Ilmu kimia yang telah ditemukan oleh Jabir, turut membuktikan bahwa ulama Islam di masa lalu tidak hanya pandai dalam ilmu-ilmu agama, tetapi juga menguasai ilmu-ilmu umum sekaligus. Sejarawan Barat, Philip K. Hitti, dalam “History of The Arabs” berkata: "Sesudah ilmu kedokteran, astronomi, dan matematika, bangsa Arab memberikan sumbangannya yang terbesar di bidang kimia." Penyataan Hitti itu merupakan salah satu pengakuan Barat terhadap pencapaian yang telah ditorehkan umat Islam di era keemasan.

Jabir Ibnu Hayyan, merupakan seorang muslim yang ahli dibidang kimia, farmasi, fisika, filosofi dan astronomi. Seorang tokoh besar yang dikenal sebagai “The father of modern chemistry.” Jabir Ibnu Hayyan pada masanya telah mampu mengubah persepsi tentang berbagai kejadian alam yang pada saat itu dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat diprediksi, menjadi suatu ilmu sains yang dapat dimengerti dan dipelajari oleh manusia. Penemuan-penemuannya di bidang kimia telah menjadi landasan dasar untuk berkembangnya ilmu kimia dan tehnik kimia modern saat ini.

Tak salah bila dunia mendapuknya sebagai “bapak kimia modern.” Ahli kimia Muslim terkemuka di era kekhalifahan yang dikenal di dunia Barat dengan panggilan Geber itu memang sangat fenomenal. Betapa tidak, 10 abad sebelum ahli kimia Barat bernama John Dalton (1766-1844) mencetuskan teori molekul kimia, Jabir Ibnu Hayyan telah menemukannya pada abad ke-8 M.
Hebatnya lagi, penemuan dan eksperimennya yang telah berumur 13 abad itu ternyata hingga kini masih tetap dijadikan rujukan. Dedikasinya dalam pengembangan ilmu kimia sungguh tak ternilai harganya. Tak heran, jika ilmuwan yang juga ahli farmasi itu dinobatkan sebagai “renaissance man” (manusia yang mencerahkan). Tanpa kontribusinya, ilmu kimia tak akan berkembang pesat seperti saat ini. Ilmu pengetahuan modern sungguh telah berutang budi kepada Jabir yang dikenal sebagai seorang sufi itu.

Kelahiran dan Pengembaraan Ilmunya
Namanya asli beliau adalah أبو عبد الله جابر بن حيان بن عبد الله الأزدي : Abu Abdullah Jabir Ibnu Hayyan Ibnu Abdullah Al Azdi, lahir pada tahun 101 H yang bertepatan dengan 721 M. Para sejarawan banyak berbeda pendapat tempat di mana beliau dilahirkan. Ada yang berpendapat beliau dilahirkan di sebuah pulau di atas laut Eufrat di Suriah Timur. Ada juga yang berpendapat beliau terlahir di kota Harran yang termasuk daerah Mesopotamia di Suriah.

Perbedaan kedua pendapat ini disebabkan kemiripan nama beliau dengan ilmuwan astronomi Arab yang bernama Jabir Ibnu Aflah Al Andalus yang terlahir di Seville, Spanyol yang hidup pada abad 12 M. Pendapat lain mengatakan bahwasannya Jabir lahir di kota Thus yang termasuk daerah Khurosan di Iran.

Saat terlahir, wilayah Iran berada dalam kekuasaan Dinasti Umayyah. Sang ayah bernama Hayyan Al Azdi, seorang ahli farmasi berasal dari suku Arab Azd. Pada era kekuasaan Daulah Umayyah, sang ayah hijrah dari Yaman ke Kufah, salah satu kota pusat gerakan Syi’ah di Irak. Sang ayah merupakan pendukung Abbasiyah yang turut serta menggulingkan Dinasti Umayyah.

Ketika melakukan pemberontakan, Hayyan tertangkap di Khurasan dan dihukum mati. Sepeninggal sang ayah, Jabir dan keluarganya kembali ke Yaman. Jabir kecil pun mulai mempelajari Alquran, matematika, serta ilmu lainnya dari seorang ilmuwan bernama Harbi Al-Himyari.

Setelah kekhalifahan Dinasti Umayyah berakhir dan beralih kekuasaan di pundak Dinasti Abbasiyah, Jabir memutuskan untuk kembali ke Kufah. Di kota Syi’ah itulah, Jabir belajar dan mulai merintis karirnya. Ketertarikannya pada bidang kimia, dipengaruhi oleh profesi sang ayah sebagai peracik obat. Jabir pun memutuskan untuk terjun di bidang kimia.

Jabir yang tumbuh besar di pusat peradaban Islam klasik itu menimba ilmu dari seorang imam termasyhur bernama Imam Ja’far Shadiq. Selain itu, ia juga sempat belajar dari Khalid Ibnu Yazid. Jabir memulai karirnya di bidang kedokteran setelah berguru pada Barmaki Vizier pada masa kekhalifahan Abbasiyah berada dibawah kepemimpinan Khalifah Harun Al Rasyid.

Berbagai Karya dan Kontribusi Ilmiah Darinya
Jabir pernah bekerja di laboratorium dekat Bawwabah di Damaskus. Pada masa-masa inilah, ia banyak mendapatkan pengalaman dan pengetahuan baru seputar permasalahan kimia. Berbekal pengalaman dan pengetahuannya itu, sempat beberapa kali ia mengadakan penelitian soal kimia. Namun, penyelidikan secara serius baru ia lakukan setelah umurnya menginjak dewasa.

Dalam penelitiannya itu, Jabir mendasari eksperimennya secara kuantitatif dengan alat yang dibuatnya sendiri, menggunakan bahan berasal dari logam, tumbuhan, dan hewani. Jabir mempunyai kebiasaan yang cukup konstruktif mengakhiri uraiannya pada setiap eksperimen. Dia berkata: “Saya pertama kali mengetahuinya dengan melalui tangan dan otak saya dan saya menelitinya hingga sebenar mungkin dan saya mencari kesalahan yang mungkin masih terpendam.“ Kalimat itulah yang kerap dituliskan Jabir saat mengakhiri uraian suatu eksperimen yang telah dilakukannya.

Pada perkembangan berikutnya, Jabir Ibnu Hayyan membuat alat pemotong, peleburan dan pengkristalan. Ia menyempurnakan proses dasar sublimasi, penguapan, pencairan, kristalisasi, pembuatan kapur, penyulingan, pencelupan, pemurnian, sematan (fixation), amalgamasi, dan oksidasi-reduksi.

Ia membedakan antara penyulingan langsung yang memakai bejana basah dan tak langsung yang memakai bejana kering. Dialah yang pertama mengklaim bahwa air hanya dapat dimurnikan melalui proses penyulingan. Proses penyulingan yang digunakannya pun memakai alat yang bernama "الأمبيق", yang kemudian di Barat dikenal dengan nama “alembic.”

Alembic merupakan alat penyulingan yang terdiri dari dua tabung yang terhubung. Will Durant, seorang ilmuwan berkebangsaan Jerman di abad ke-18 M berkata: “Ini merupakan alat penyulingan pertama.” Ensiklopedia Hutchinson pun, menyebut alembic sebagai alat penyulingan pertama yang digunakan untuk memurnikan seluruh zat kimia. (http://allkimia.wordpress.com/)

Jabir Ibnu Hayyan juga mampu mengaplikasikan pengetahuannya di bidang kimia ke dalam proses pembuatan besi dan logam lainnya, serta pencegahan karat. Dia jugalah orang pertama yang mengaplikasikan penggunaan mangan dioksida pada pembuatan gelas kaca.

Jabir Ibnu Hayyan juga yang pertama kali mencatat tentang pemanasan wine akan menimbulkan gas yang mudah terbakar. Hal inilah yang kemudian memberikan jalan bagi Al-Razi untuk menemukan etanol.

Khusus menyangkut fungsi dua ilmu dasar kimia, yakni kalsinasi dan reduksi, Jabir menjelaskan, bahwa untuk mengembangkan kedua dasar ilmu itu, pertama yang harus dilakukan adalah mendata kembali dengan metoda-metoda yang lebih sempurna, yakni metoda penguapan, sublimasi, destilasi, penglarutan, dan penghabluran (pengkristalan).

Jika kita mengetahui kelompok metal dan non-metal dalam penggolongan kelompok senyawa, maka lihatlah apa yang pertama kali dilakukan oleh Jabir. Dia mengajukan tiga kelompok senyawa berikut:

1. Air (spirits): yakni yang mempengaruhi penguapan pada proses pemanasan, seperti pada bahan camphor, arsenik dan amonium klorida.
2. Metal: seperti pada emas, perak, timah, tembaga, dan besi.
3. Bahan campuran: yang dapat dikonversi menjadi semacam bubuk.

Ide-ide eksperimen Jabir itu sekarang lebih dikenal/ dipakai sebagai dasar untuk mengklasifikasikan unsur-unsur kimia, utamanya pada bahan metal, nonmetal dan penguraian zat kimia.

Kontribusi ilmiah lain dari Jabir dalam kimia adalah, ia memperkenalkan metode eksperimental untuk kimia. Dia juga penemu "القلوي" yang kemudian lebih dikenal ketika diterjemahkan ke dalam bahasa latin menjadi alkali.

Dia juga yang menemukan asam klorida, asam nitrat, asam sitrat, asam asetat, tehnik distilasi dan tehnik kristalisasi. Dia juga yang menemukan larutan aqua regia (dengan menggabungkan asam klorida dan asam nitrat) untuk melarutkan emas.

Terobosan Jabir lainnya dalam bidang kimia adalah preparasi asam sendawa, hidroklorik, dan asam tartar. Penekanan Jabir di bidang eksperimen sistematis ini dikenal tak ada duanya di dunia. Inilah sebabnya, mengapa Jabir diberi kehormatan sebagai “Bapak Ilmu Kimia Modern” oleh sejawatnya di seluruh dunia. Dalam tulisan Max Mayerhaff, bahkan disebutkan: “jika ingin mencari akar pengembangan ilmu kimia di daratan Eropa, maka carilah langsung ke karya-karya Jabir Ibnu Hayyan.”

Tidak sampai di sana kontribusinya, masih ada banyak lagi temuan-temuannya yang sangat berharga dalam ilmu pengetahuan. Dalam hal teori keseimbangan misalnya, beliau diakui para ilmuwan modern sebagai terobosan baru dalam prinsip dan praktek alkemi dari masa sebelumnya. Sangat spekulatif, di mana Jabir berusaha mengkaji keseimbangan kimiawi yang ada di dalam suatu interaksi zat-zat berdasarkan sistem numerologi (studi mengenai arti klenik dari sesuatu dan pengaruhnya atas hidup manusia) yang diterapkannya dalam kaitan dengan alfabet 28 huruf Arab untuk memperkirakan proporsi alamiah dari produk sebagai hasil dari reaktan yang bereaksi. Sistem ini nantinya memiliki arti esoterik, karena kemudian telah menjadi pendahulu penulisan jalannya reaksi kimia.

Jelas dengan ditemukannya proses pembuatan asam anorganik oleh Jabir telah memberikan arti penting dalam sejarah kimia. Di antaranya adalah hasil penyulingan tawas, amonia klorida, potasium nitrat dan asam sulferik. Berbagai jenis asam diproduksi pada kurun waktu eksperimen kimia yang merupakan bahan material berharga untuk beberapa proses industrial. Penguraian beberapa asam terdapat di dalam salah satu manuskripnya berjudul “Shandaqul Hikmah”

Namun demikian, Jabir tetap saja seorang yang tawadhu' dan berkepribadian mengagumkan. "Dalam mempelajari kimia dan ilmu fisika lainnya, Jabir memperkenalkan eksperimen objektif, suatu keinginan memperbaiki ketidakjelasan spekulasi Yunani. Akurat dalam pengamatan gejala, dan tekun mengumpulkan fakta. Berkat dirinya, bangsa Arab tidak mengalami kesulitan dalam menyusun hipotesa yang wajar," tulis Robert Briffault.

Menurut Briffault, kimia, proses pertama penguraian logam yang dilakukan oleh para metalurg dan ahli permata Mesir, mengkombinasikan logam dengan berbagai campuran dan mewarnainya, sehingga mirip dengan proses pembuatan emas. Proses demikian, yang tadinya sangat dirahasiakan, dan menjadi monopoli perguruan tinggi, dan oleh para pendeta disamarkan ke dalam formula mistik biasa, di tangan Jabir Ibnu Hayyan menjadi terbuka dan disebarluaskan melalui penyelidikan, dan diorganisasikan dengan bersemangat.

Buku-Buku Karangannya
Menurut Al Zarkali di dalam bukunya yang berjudul “Al A’lam,” beliau menyatakan bahwasannya Jabir mempunyai karangan antara 232 sampai dengan 500 buku. Akan tetapi kebanyakan dari buku tersebut telah hilang. Sebanyak 80 kitab yang ditulisnya itu mengkaji dan mengupas seluk-beluk ilmu kimia. Sebuah pencapaian mengagumkan yang terbilang amat prestisius.

Sampai abad pertengahan, buku-buku Jabir di bidang ilmu kimia termasuk kitabnya yang masyhur -yakni Kitab Al-Kimya dan Kitab Al Sab'een- telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Terjemahan Kitab Al Kimya bahkan telah diterbitkan oleh ilmuwan Inggris, Robert Chester pada 1444, dengan judul The Book of the Composition of Alchemy. Sementara buku kedua Kitab Al Sab'een yang membahas 7 pemasalahan sesuai dengan judulnya (berisi tentang kimia, deskripsi dari buku-buku Aristoteles dan Plato,filsafat, astrologi, matematika, kedokteran, dan musik), diterjemahkan oleh Gerard Cremona pada tahun 1187.

Berikutnya di tahun 1678, ilmuwan Inggris lainnya, Richard Russel, mengalih bahasakan karya Jabir yang berjudul “Al Hikmah Al Falsafiyah“ dengan judul “Summa Perfectionist.” Berbeda dengan pengarang sebelumnya, Richard-lah yang pertama kali menyebut Jabir dengan sebutan Geber, dan memuji Jabir sebagai seorang pangeran Arab dan filsuf. Buku ini kemudian menjadi sangat populer di Eropa selama beberapa abad lamanya. Dan telah pula memberi pengaruh pada evolusi ilmu kimia modern.

Suatu pernyataan dari buku ini mengenai reaksi kimia adalah: "Air raksa (merkuri) dan belerang (sulfur) bersatu membentuk satu produk tunggal, tetapi adalah salah menganggap bahwa produk ini sama sekali baru dan merkuri serta sulfur berubah keseluruhannya secara lengkap. Yang benar adalah bahwa, keduanya mempertahankan karakteristik alaminya, dan segala yang terjadi adalah sebagian dari kedua bahan itu berinteraksi dan bercampur, sedemikian rupa sehingga tidak mungkin membedakannya secara seksama. Jika dihendaki memisahkan bagianbagian terkecil dari dua kategori itu oleh instrumen khusus, maka akan tampak bahwa tiap elemen (unsur) mempertahankan karakteristik teoretisnya. Hasilnya adalah suatu kombinasi kimiawi antara unsur yang terdapat dalam keadaan keterkaitan permanen tanpa perubahan karakteristik dari masing-masing unsur."

Karya lainnya yang telah diterbitkan adalah; Kitab Al Rahmah, Kitab Al Tajmi, Al Zilaq, Al Sharqi, Book of The Kingdom, Book of Eastern Mercury, dan Book of Balance (ketiga buku terakhir diterjemahkan oleh Berthelot). "Di dalamnya kita menemukan pandangan yang sangat mendalam mengenai metode riset kimia," tulis George Sarton. Dengan prestasinya itu, dunia ilmu pengetahuan modern pantas berterima kasih padanya.

Inilah sebagian kecil judul asli buku karangannya: "أسرار الكيمياء" (Secrets of chemistry), "نهاية الاتقان" (The end of perfection), "أصول الكيمياء" (The Origins of Chemistry), "علم الهيئة" (Science body), "الرحمة" (Mercy), "المكتسب" (AIDS), "الخمائر الصغيرة" (Small yeast), "صندوق الحكمة" (Wisdom Fund), "كتاب الملك" (Book of the King), "الخواص" (Properties),"السموم ودفع مضارها" (Poisons and pay disadvantages). (http://ar.wikipedia.org/wiki/جابر_بن_حيان)

Akhir Hayat Sang Maestro Kimia
Jabir Ibnu Hayyan meninggal pada tahun 199 H atau bertepatan pada tahun 815 M di Kufah, Iraq. Umur beliau saat itu adalah 95 tahun. Para sejarawan menggambarkan dirinya adalah seseorang yang memiliki badan tinggi besar, berjenggot lebat, dan terkenal dengan keimanannya dan wara’nya (berhati-hati terhadap sesuatu yang haram).

Begitu banyak sebutan-sebutan untuk dirinya seperti: "الأستاذ الكبير" (Great Professor), "شيخ الكيميائيين المسلمين" (Syaikh Kimia Islam), "أبو الكيمياء" (Bapak Kimia), "القديس السامي التصوف" (Seorang Sufi yang Berbudi Luhur), "ملك الهند" (Raja India).

200 tahun atau 2 abad setelah wafatnya Syaikh Jabir, dilakukan penggalian tanah di daerah Kufah untuk pembuatan jalan. Hasil dari penggalian tersebut, ditemukan bekas laboratoriumnya tempat sang maestro berkarya. Di dalamnya didapati peralatan kimianya yang hingga kini masih mempesona, dan sebatang emas yang cukup berat.

Begitu besar jasa dan kontribusinya terhadap dunia pengetahuan, khususnya di bidang kimia. Tak heran, bila sosok dan pemikiran Jabir begitu berpengaruh bagi para ahli kimia Muslim lainnya seperti Al-Razi (9 M), Tughrai (12 M) dan Al-Iraqi (13 M). Tak cuma itu, buku-buku yang ditulisnya juga begitu besar pengaruhnya terhadap pengembangan ilmu kimia di Eropa.

Salah satu pernyataannya yang paling terkenal adalah: “The first essential in chemistry, is that you should perform practical work and conduct experiments, for he who performs not practical work nor makes experiments will never attain the least degree of mastery.”

“Yang terpenting dalam kimia adalah, anda harus melakukan kerja praktek (aplikasi) dan melakukan percobaan. Bagi dia yang tidak melaksanakan kerja praktek atau tidak melakukan percobaan, maka dia tidak akan mencapai tingkat penguasaan sekecilpun.” Begitulah kira-kira terjemahannya, hehe…

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites